Ketika aku berbicara tentang rintik hujan, atau tentang bulan yang berwarna merah jambu, mengapa kau sebut aku sedang galau. Dan kini kata itu sudah
menjadi hampir sebuah sebutan yang negatif yang menyerupai alay (anak layangan) atau kata lain yg tidak enak didengar di telinga.. Taukah kau, tak apa
bila kau sebut itu galau dan menurutku galau itu tak mengapa, tak seburuk yang
kau kira.
Menikmati hal-hal sederhana yang terkadang sering terlupakan. Pernahkah
kau menyadari betapa indahnya embun yang berbinar tertimpa cahaya mentari kala
pagi? Atau tentang semilir angin lembut yang menyusup diam-diam lewat celah
jendela membuat riak-riak pada tirai? Indah bukan?. Apa ketika kau menikmati
itu dan mengungkapkannya lewat barisan
huruf-huruf yang terangkai artinya sedang galau? Kurasa tidak. Dan sekali lagi
bagiku, Galau itu tak mengapa.
mungkin kata-kataku tak seberapa galau dibanding kata-kata om GM ini..
"Kenapa selama ini orang praktis terlupa akan burung gereja, daun asam, harum tanah: benda-benda nyata yang, meskipun sepele, memberi getar pada hidup dengan tanpa cincong? Tidakkah itu juga sederet rahmat, sebuah bahan yang sah untuk percakapan, untuk pemikiran, untuk puisi-seperti kenyataan tentang cinta dan mati?" -(Goenawan Mohamad)"
No comments:
Post a Comment