Apr 3, 2013

The best place to shouts


Kehidupan sehari-hari kadang membuat kita bosan, bahkan bisa bikin stress kalo yang ditemui adalah masalah, masalah dan masalah lagi. Hidup emang gak pernah lepas dari masalah, tapi yang terpenting adalah bagaimana kita menghadapinya bukan??. Kadang kalo lagi bĂȘte, bosan atau stress rasanya pengen banget teriak yang sekencang-kencangnya. (pernah ngerasain juga kan??). tapi tetep aja hal itu gak bisa kita lakuin seenaknya aja,  dimana aja. Emang kita udah siap mental disangka orang gila??!
                Menurut saya, salah satu alasan kenapa konser-konser musik rame, tempat-tempat dugem rame, ya mungkin karena disitulah orang bebas teriak-teriak, bebas nyanyi nyanyi melampiaskan emosi mereka. Suka gak suka, rasa-rasanya berteriak-teriak itu emang sedikit bisa bikin kita rileks setelahnya. Ada sebuah pelampiasan dan kelegaan sendiri. Mau bukti lagi? Lihat aja betapa ramenya wahana-wahana menegangkan di dufan. Pernah ngerasain kan sensasi teriak-teriaknya?
Teriak-teriak di dufan sih ga masalah, nah coba kamu teriak-teriak di kebun raya bogor??. Eit jangan salah! Tempat ini juga ternyata menjadi salah satu tempat orang melampiaskan stres dengan teriak teriak loh. Saya pernah mendengar dari seorang penjaga Kebun Raya Bogor, kalo ternyata pada malam-malam tertentu terdapat sekumpulan orang yang melakukan terapi mental di sebuah lapangan yang ada di sana. Apa yang mereka lakukan? Yupz berteriak-teriak sekencang-kencangnya. Di tengah kebun raya siapa yang peduli kalo orang teriak-teriak?! Tengah malem pula!!
Ada satu tempat lagi yang saya sebut ‘the best place to shouts’ tempat terbaik untuk teriak teriak. Dimana itu?? Curug!!
Iya curug! Atau dalam bahasa indonesia artinya air terjun.
Saya gak menyangsikan kalo tempat ini tempat yang bagus buat teriak teriak. Dengan mata kepala saya sendiri, saya pernah melihat tiga orang perempuan, siang siang, teriak-teriak pake ngebentak bentak segala tuh air terjun. Emang sih dalam jarak yang sangat dekat, gemuruh yang diciptakan air terjun mampu mengalahkan suara kita sendiri. Hembusan angin serta cipratan air yang ada di sekitar juga bikin efek yang lebih seru.
Umumnya air terjun berada di daerah yang sulit dijangkau, Kita harus berjalan kaki beberapa kilometer dulu sebelum sampai di tujuan. Inilah yang makin bikin sensasi seru. Badan yang capek, kena hembusan angin yang dingin bercampur cipratan-cipratan air yang bikin badan kita basah terus teriak teriak melampiaskan emosi… wuih. Mesti nyoba.. Saran saya sih nyari curug yang sepi juga kaya salah satu curug di Kebun Raya Cibodas misalnya, tapi saya lupa nama curugnya apa. He..
Udah ah saya mau teriak dulu..,
AAAAArrrrRRRRRggggHHHHHHHHH…………………!! (gak pake suara tapi)

Pagi Ranu Kumbolo


Satu pagi di bulan oktober 2011 lalu, saya menggigil di pinggir danau ranukumbolo. Selapis sweater tebal yang saya kenakan, tidak cukup tangguh untuk mengalahkan dingin yang masuk menjalari tubuh. Gigi yang bergemeretak, kaki yang serasa beku hingga enggan beranjak kemanapun. Namun waktu shubuh sudah tiba sejak tadi, ayo kita sholat!. Eh air danaunya pasti dingin?!! (ragu ragu mencelupkan jari ke air)
Voila! ternyata air danaunya tak sedingin yang dibayangkan, mungkin sebabnya kalah dingin dengan udara yang penuh kabut. kabut tebal yang bergerak perlahan mengikuti irama hembusan angin menutupi permukaan danau dan sekelilingnya. Dingiiiin… Selesai shalat, sayapun berharap munculnya sebuah kehangatan. Mana? mana mentari paginya?!
Saya bukanlah satu-satunya manusia yang kedinginan di sana. Ada delapan manusia lain sedang menggigil dan merindukan mentari yang sama. Mereka adalah teman teman seperjuangan dari bogor. Selain mereka ada belasan manusia lain yang mulai bergerak melawan dingin, keluar dari tenda tenda yang tersebar di tanah lapang sekitaran danau.
Perlahan sinar mentari datang menghangatkan, malu malu menyusup lewat kabut tipis diatas kepala. Ranukumbolo mulai menggeliat hidup.
Ranu kumbolo merupakan danau yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 2469 mdpl. Ranu atau Danau ini berada di lereng gunung semeru yang konon terbentuk dari kawah gunung jambangan yang memadat kemudian terisi oleh air. Danau ini termasuk tempat favorit para pendaki yang akan menuju puncak mahameru. Menurut catatan, suhu pada malam hari di danau ini berkisar antara 1 sampai 5 derajat celcius (kebayangkan dinginnya??).    
Tak hanya kami yang riang menyambut kehangatan sang mentari. Suara suara pun sudah ramai terdengar. Ada burung burung kecil yang terbang rendah di permukaan danau ranukumbolo, sesekali mereka bertengger kemudian bercericit di dahan pohon pinus atau sekedar mejeng di pinggir danau. Tak terusik oleh kami kami yang mulai beraktifitas mencuci muka, memasak mie instant atau menyeduh secangkir kopi.
Mata saya tak bisa berpaling dari indahnya ranukumbolo. Air di permukaan danau tertiup angin menciptakan siluet serupa sisik-sisik naga yang berkilauan memantulkan sinar mentari. Birunya air, kilau mentari, hijaunya pohon-pohon di pinggir danau serta pemandangan dua bukit kembar di arah barat danau menciptakan sebuah keindahan tersendiri. Semua keindahan itu menyatu memancarkan energi positif bagi tubuh tubuh yang kelelahan. Keindahan yang menghangatkan hati dan melekat erat dalam memori.
Saat itu saya berucap…
“Ini adalah tempat yang ingin saya datangi lagi suatu hari nanti”.
Pagi di Ranu kumbolo..!!
adalah satu dari ribuan pagi dalam hidup saya yang ingin saya nikmati kembali.. pagi yang sangat sangat saya rindukan…
saat ini.

Gua Lempar Lumpur


*lampu mati*
Ceplak!!, Plok!! Auww… hahaha… Heii! Plak plok! Aduuh!! Ceprat!!... udah udah…!
*lampu menyala*
Muncullah muka-muka belepotan…
---
                Susur gua atau caving kalo bisa dibilang sih termasuk kedalam aktivitas yang ekstrim dan membahayakan. Bahkan untuk melakukannya biasanya kita diharuskan menggunakan perlengkapan keselamataan seperti helm, arm bend dan alat perlindungan lain. Tapi saat itu kami cuma membawa senter dan kenekatan! (Gua yang mau kita susur ini adanya di deket pantai sawarna dan saya lupa namanya.. haha)
                air setinggi betis sudah menunggu kami di pintu masuk gua. Senter dinyalakan dan mulailah kita berjalan perlahan. Pelan-pelan  banget.. kenapa?? Jujur aja ya.. menyusur gua tanpa ada yang mandu itu.. ibarat hidup dengan masa depan yang tidak jelas, gelap, banyak ketidak pastian, ga tau apa yang akan kita temui selanjutnya dan sampai kapan ujung semua ini berakhir. Aiiih…
Benarlah apa kata orang-orang yang sudah masuk gua kalo gua itu emang indah. Apalagi melihat jajaran stalaktit dan stalakmit yang jadi ornamen di sekeliling gua. Cantik banget.. (stalaktit dan stalakmit adalah bentukan alam akibat proses pelarutan di daerah kapur yang terus menerus sehingga membentuk batuan-batuan runcing seperti kerucut,  bedanya stalaktit dan stalakmit hanya pada lokasi terbentuknya, stalaktit adalah batu yang terbentuk dari aliran air diatas gua yang menetes ke bawah sedangkan stalakmit adalah hasil tetesan tetesan air di dasar gua sehingga mengerucut ke atas).
                Guano atau ee kelelawar juga menjadi pemandangan sendiri di dalam gua, terlihat pada batu batuan di dasar gua yang penuh corak putih hasil ee si kelelawar. Cantik juga dilihatnya. jujur ya, saya belum pernah liat kumpulan ee secantik ini.
                Perjalanan masuk ke dalam gua ga gampang, kita mesti nyebur ke air yang ketinggiannya kadang bisa nyampe sebadan atau semeter lebih kira-kira. Totalitas adalah salah satu kata yang harus kita lakukan, merangkak, basah-basahan, kotor-kotoran, berenang-renangan demi terus masuk kedalam. Hingga akhirnya gak terasa kita masuk udah cukup jauh. Namun disinilah, sebuah keputusan sulit harus diambil!!
                Dibalik rasa penasaran akan sampai mana ujung gua ini, juga hal-hal apa yang masih ada di depan sana, namun terbesit juga perasaan takut melangkah terlalu jauh, ada resiko yang semakin besar jika kaki melangkah semakin kedalam (kita masih sayang nyawa juga sih.. lagian entar kalo nyasar siapa yang akan nemuin kita di dalam gua coba??!)
                Akhirnya kita memutuskan cukup dan berhenti di sebuah tempat yang menyerupai lorong, Tempatnya agak kering karena tidak dilewati air. Istirahat sejenak, menarik nafas mengagumi keindahan sang Pencipta. Hening….
Melihat tempat di sekitar yang penuh lumpur jiwa kanak-kanak kita perlahan bangkit.. ciaaat.. lampu senter sepakat dimatikan. Perang Lumpur pun tak bisa dihindarkan,, korban berjatuhan.. muka belepotan serta jeritan kesakitan terkena lemparan (Lebaaay dikit ah...).
                Mesti belum puas.. kita sepakat buat udahan dan menyusuri jalan pulang. Bilangnya sih udahan.. Tapi namanya juga anak-anak (umur masih 21), sepanjang susur gua masih aja kadang main-main dan lempar-lemparan sampai akhirnya kita keluar gua.. ckckck.. tapi emang seru sih,,, he..
                Akhirnya keluar gua dan kembali melihat dunia yang terang benderang… Ayeeee…
                Ternyata sesuatu yang ekstrim, kadang kadang bisa bikin kita jadi anak-anak juga....