“Bencana dan awal dari sebuah Legenda”
Aku punya kisah yang kudengar dari pohon beringin tua pada
sebuah taman kecil di sudut kota. Tempat mungil itu jauh dari kebisingan dan
kesibukan orang-orang berlalu lalang. Aku sedang duduk diayunan ketika aku
mendengar desau lirih dan suara gemeretak.
Mulanya aku pikir suara itu berasal dari seorang ibu yang sedang
mengeluhkan kenakalan anak-anaknya yang bermain di ujung taman. Aku hampir
mengacuhkan segalanya jika aku tidak melihat ranting pohon beringin tua bergerak-gerak
meskipun tak ada angin hebat waktu itu.
"Mendekatlah kemari", ucap si pohon beringin tua bagai bergumam.
Peganganku pada ayunan nyaris terlepas. Matahari kini tepat berada di ujung langit menunggu tenggelam, dan senja mewarnai langit dengan warna jingga kemerahan. Aku masih berpikir dan tak bergerak, kukira itu hanya suara gesekan ranting.
Peganganku pada ayunan nyaris terlepas. Matahari kini tepat berada di ujung langit menunggu tenggelam, dan senja mewarnai langit dengan warna jingga kemerahan. Aku masih berpikir dan tak bergerak, kukira itu hanya suara gesekan ranting.
"Mendekatlah", tutur si Pohon Beringin Tua ngotot. Suaranya
lirih dan berat. "Jangan membelalak ke kiri dan kanan. Kamu terlihat bodoh".
Main di ayunan tak lagi mengasyikan sore itu. Aku berjalan
mendekati pohon beringin tua, kemudian merapatkan telingaku ke batangnya yang
paling besar, karena dari sanalah suara itu berasal. Lantas aku mendengar
sepenggal dongeng yang kisahnya lebih manis daripada apel merah yang telah
ranum.
Keluarga Kijang Merah, kumpulan kijang yang menerangi seisi hutan.
Sampai langit temaram, aku mendengar cerita si pohon
beringin tua. Kisah ini kutulis ulang untuk kuceritakan padamu...
& & &
Alkisah, semua bermula ketika hutan
bernama Tropicallista mengalami kemarau yang amat panjang, menggugurkan
daun dan ranting-ranting pohon, mengeringkan sungai dan kolam-kolam air,
membuat seluruh penghuni hutan kehausan dan kelaparan.
Pohon pohon menjadi kering, daunnya meranggas dan mati perlahan,
binatang-binatang tak berdaya, berjalan lemas mencari sumber air dan makanan, tak sedikit
yang kemudian mati.
Pada saat semua mulai putus asa, munculah kura-kura tua penghuni sungai yang
bijaksana. Ia berkata bahwa satu-satunya jalan keluar untuk
menyelamatkan Hutan Tropicallisa dari bencana kekeringan adalah dengan
mencari sumber air abadi yang terletak di gunung maracabaya. Gunung maracabaya
adalah gunung yang setiap hari terihat gagah menjulang di sebelah selatan
hutan. Gunung yang penuh bahaya yang bahkan katanya hampir tak ada yang mampu
mencapai puncaknya karena jalan yang harus dilalui begitu sulit dan terjal.
Kabar dari kura-kura tua, menyebar ke seluruh isi hutan. Menjadi
perbincangan ramai diantara para penghuni hutan, namun mereka berfikir bahwa jalan keluar
itu sama saja seperti menjemput mati, mereka lebih berharap menunggu hujan dibandingkan
harus bersusah payah mencari sumber air abadi yang bahkan kebenarannya masih
diragukan.
Sementara itu, Di salah satu bagian hutan Tropicallista, terdapat sebuah
pohon beringin yang sangat besar dan di sana hiduplah sebuah keluarga kijang
merah, salah satu dari 5 keluarga kijang yang masih tersisa di hutan. Sebuah
keluarga dengan 6 ekor anak kijang yang salah satunya bernama Dindin dan fala. Merekalah
yang tersisa dari keluarga itu. Sementara ayah dan ibu mereka sakit keras dan
tak berdaya di bawah pohon beringin tua.
Mendengar desas desus sumber air abadi, Dindin berniat pergi
ke gunung maracabaya demi mendapatkan air untuk menyelamatkan ayah dan ibunya. Sumber
air yang berada di akar-akar beringin besar tidak akan cukup untuk waktu yang
lama, Dindin merasa waktunya tak banyak, maka menjelang pagi saat matahari
belum sepenuhnya bersinar ia memutuskan pergi ke gunung maracabaya. Sendirian, meninggalkan
ayah, ibu dan menitipkan mereka pada adik satu-satunya yang masih tersisa Fala.
Maka saat matahari timur bersinar menyinari seluruh hutan,
dimulailah perjalanan besar Dindin. Perjalanan yang akan mempertemukannya
dengan sahabat-sahabat yang luar biasa. Menjadi awal bagi sebuah legenda di
Hutan Tropicallista.
Di tempat lain 4 ekor kijang juga memulai perjalanan mereka,
4 kijang dari keluarga yang berbeda-beda dan bagian hutan yang berbeda pula. Mereka
mempunyai satu tujuan yang sama, mencari sumber air abadi demi menyelamatkan kelangsungan hidup Hutan Tropicallista.
&&&
Aku masih mendengarkan hingga bulan sudah menggantung di
langit,
tiba-tiba si pohon beringin tua kemudian menggumam, “Baiklah jika kau ingin tahu kisah ini lagi, datanglah besok sore seperti biasa. Akan aku ceritakan lagi lanjutan kisah legenda keluarga kijang merah untukmu.”
tiba-tiba si pohon beringin tua kemudian menggumam, “Baiklah jika kau ingin tahu kisah ini lagi, datanglah besok sore seperti biasa. Akan aku ceritakan lagi lanjutan kisah legenda keluarga kijang merah untukmu.”
Baiklah, aku langsung mengangguk saja padanya. Kemudian aku pergi dengan masih penasaran tentang kisah legenda keluarga kijang merah yang akan ku dengar esok sore.
(Bersambung…)