“Aku akan terus mencintaimu..”
Ciee... Gombal ya?, gak percaya??
Jika membaca judul di atas mungkin kamu akan teringat dengan sebuah
lagu, kemudian terngiang-giang lengkingan suaranya whitney houston. Salah satu
lagu evergreen ini entah mengapa
selalu membuat saya merasakan ada perasaan dan sensasi tertentu saat
menikmatinya.. tapi postingan kali ini saya tidak akan bercerita tentang lagu
ini atau kematian whitney beberapa bulan lalu, tetapi kali ini saya ingin
bercerita tentang cinta.. Cieee [lagi].
Jadi teringat dengan kata-kata om SuperMan (yang kalo selesai ngomong
selalu bilang super), katanya “Cinta itu
menumbuhkan, membesarkan, meninggikan dan menguatkan”. serupa dengan ajaran
bijak Almarhum Buya Hamka, sang ulama fenomenal penulis Tafsir Al Azhar. “Bahwa cinta memberimu energi, alih-alih
melemahkanmu”
Kemudian pertanyaannya adalah...
Anak-anak muda sekarang saat jatuh cinta justru ia menjadi tak
produktif, bawaannya sendu kemudian jadi ‘galau’,
pikiran melayang kemana-mana, tubuh terasa loyo, sehingga produktivitas malah
menurun drastis. (bukan curcol..!) lalu mengapa om SuperMan dan alm. Hamka
mengatakan kalau cinta itu memberi energi begitu besar bagi kita? Mampu
menguatkan kita? Seharusnya kalau punya energi segitu besar, maka bukannya
loyo, justru kita bisa meningkatkan produktivitas berkali-kali lebih besar dari
sebelumnya.
Lalu mengapa ada sepasang suami istri yang saling mencintai, kemudian
pada titik tertentu justru merasa kehilangan cinta dan memilih untuk bercerai?
Padahal semestinya cinta memberi keduanya energi besar untuk mempertahankan
rumah tangga, dengan berbagai romantika yang telah dibangun, apapun yang
terjadi?
Menurut Teddy Prasetya seorang pakar NLP/Hypnosis bahwa “cinta adalah
sebuah kondisi yang bisa dikendalikan. Sebuah kondisi yang tidak terjadi begitu
saja, melainkan kita diberi kemampuan untuk mengontrolnya. Maka apakah kita
mencintai atau tidak mencintai bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan.
Ia adalah sebuah state of mind yang
sejatinya kita ciptakan sendiri, dan karenanya bisa kita bangkitkan kembali
saat ia mulai meredup”.
Menarik..!!
tapi saya tak 100% setuju, cinta memang sebuah pikiran perasaan yang
bisa kita kendalikan, tapi saya rasa kemunculannya tak kita ciptakan sendiri,
ada campur tangan dari Sang Pemilik Cinta.
Oke.. oke.. kembali ke topik yang menarik tadi, bahwa cinta itu bisa
kita kendalikan.. hampir serupa juga kata seorang Novelis Tere Liye “cinta itu
hanya segumpal perasaan dalam hati, sama halnya dengan gumpal perasaan senang,
gembira, sedih, sama dengan kau suka makan gulai kepala ikan, suka mesin.
Bedanya, kita selama ini terbiasa mengistimewakan gumpal perasaan yang disebut
cinta. Kita beri dia porsi lebih penting, kita besarkan, terus menggumpal
membesar. Coba saja kau cuekin, kau lupakan, maka gumpal cinta itu juga akan
cepat layu seperti kau bosan makan gulai kepala ikan.”
Jadi wajarlah dengan anak-anak muda yang galau-galauan atau fenomena
cerai walau sudah mengalami romantika yang lama. keduanya memilih untuk seperti
itu, mengendalikan cintanya masing-masing. yang satu dilebih-lebihkan dan yang
satu dilupakan.
Masalahnya.. memilih untuk menjaga energi dari perasaan cinta itu tetap
menyala secara wajar adalah perlu usaha yang luar biasa.. Harus ada sumber
energi yang lebih besar dari perasaan cinta itu sendiri yaitu ketaatan pada
Sang Pemilik Cinta. “Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku.” Maka cinta yang dihalalkan lewat pernikahan adalah
perwujudan ketundukan manusia untuk beribadah kepada-Nya.
Jika cinta bersumber dari ketaatan pada-Nya bukan tidak mungkin energi
cinta akan mampu kita kendalikan menjadi sumber energi yang produktif dan akan
tetap bertahan hingga Sang Pemilik Cinta yang mencabutnya sendiri..
Jadi jika cinta itu datang, sebaiknya kau percaya jika kukatakan
padamu.. Nikah yuk..
Cause..
I Will Always Love You..
*kemudian nyanyi...*
*NB:
dengan postingan ini artinya gagal Hiatus.. postingan buat calon istri
[entah siapa].. ^^
tumben nulis postingan panjang kayak gini.. apa karena lagi jatuh cinta..
Mungkin.